10/01/2011 (16:29)
CUPLIKAN ARTIKEL PENDIDIKAN DARI HARIAN SEPUTAR INDONESIA : Menggarap Bisnis di Luar Sekolah
Sunday, 09 January 2011
Pola pembelajaran yang diberikan di sekolah sering kali dirasakan masih kurang.Karena itu,banyak siswa yang mencari pendidikan alternatif di luar sekolah,salah satunya lewat lembaga bimbingan belajar.
Tak ayal,kondisi ini makin membangkitkan bisnis di sektor ini. Banyak cara belajar yang dilakukan para siswa di Indonesia. Tapi, pola belajar dengan menyimak pelajaran yang diberikan guru di sekolah hingga menyelesaikan pekerjaan rumah (PR) sering kali dirasakan masih kurang.Keadaan ini yang kemudian memunculkan lembaga- lembaga bimbingan belajar (bimbel) di berbagai daerah. Kehadiran bimbel ini tak lepas dari banyaknya keinginan para siswa untuk menambah ilmu mereka di luar sekolah.Pelajaran yang diterima di sekolah sering kali dirasakan kurang diserap saat diajarkan.Kendati sekolah memberikan PR, hal itu tetap dianggap masih kurang membantu pengembangan siswa.
Tidak mengherankan jika para orang tua dan sejumlah siswa yang ingin menambah pengetahuan mereka mencari alternatif. Pilihan mereka tertuju pada lembaga- lembaga bimbel yang menawarkan jasa pembelajaran yang lain dibandingkan yang diajarkan di sekolah. Besarnya animo masyarakat kepada lembaga bimbel salah satunya juga disebabkan adanya Ujian Nasional (UN) yang diberlakukan pemerintah untuk standardisasi lulusan sekolah.Banyak siswa yang tidak ingin mempertaruhkan kelulusan mereka hanya bergantung pada pelajaran di sekolah sehingga mereka pun memilih untuk menambah waktu dan materi belajar di lembaga pendidikan. Apalagi banyak lembaga pendidikan yang menawarkan sejumlah trik khusus untuk menghadapi UN sehingga mudah dan cepat dikerjakan.
Faktor lain yang membuat lembaga ini banyak diminati adalah adanya Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Sama seperti UN yang mempunyai standardisasi secara nasional,UMPTN pun mewajibkan semua yang berminat masuk PTN menguasai standar yang telah ditetapkan. Di sinilah bimbel juga sering menawarkan cara mudah dan trik khusus tersebut. Untuk menarik lebih banyak siswa, bimbel pun sering mengeluarkan rilis mengenai siswa-siswanya yang telah lulus UMPTN sehingga mendongkrak daya tarik siswa lain untuk belajar di tempat mereka. Saat ini sejumlah lembaga bimbel sudah banyak dikenal masyarakat.
Umumnya mereka berbentuk waralaba (franchise) di mana ada kantor induk yang menentukan dan menjaga kualitas pendidikan. Sejumlah nama lembaga bimbel yang dikenal masyarakat di antaranya Primagama (berkantor induk di Yogyakarta),Sony Sugema College/SSC (Bandung), Ganesha (Bandung), IPIEMS (Semarang). Dari sejumlah nama bimbel yang berkembang di Indonesia,Primagama menjadi salah satu yang terbesar.Menurut Manajer Marketing dan Franchise Primagama Hari Nuryanto, pasar bisnis waralaba bimbel sangat besar.Pasarnya pun masih banyak yang belum tergarap. Hal ini tentu menjadi peluang bagi semua lembaga bimbel untuk terus berkembang.
Banyak yang bisa dilakukan lembaga bimbel.Kami tidak khawatir dengan munculnya sejumlah kompetitor dalam bidang ini.Adanya kompetisi malah membuat kami lebih bersemangat dan terus memperbaiki diri, kata Hari kepada Seputar Indonesia (SINDO). Menurut data Primagama,saat ini lembaga bimbel yang berasal dari Yogyakarta ini telah mempunyai 756 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Setiap tahun ada sekitar 300.000 siswa yang belajar di Primagama. Hari mengakui bahwa UN merupakan salah satu pendorong banyaknya siswa masuk lembaga bimbel. Kendati UN dihapuskan, Hari tetap optimistis lembaga bimbel akan terus berkembang. Karena sebelum UN ada, Primagama sudah terlebih dahulu berdiri.
Dengan adanya UN, banyak kekhawatiran para guru, orang tua, siswa, bahkan pemerintah daerah dengan hasil UN yang bakal mereka terima. Karena UN memang sering dipandang sebagai ukuran keberhasilan sebuah lembaga,pemerintah atau siswa itu sendiri, tambah Hari. Bahkan Hari menjelaskan bahwa lembaga yang dipimpinnya sering mendapatkan permohonan mitra baru di Pulau Jawa, tapi Primagama menolaknya.Alasannya, Primagama mensyaratkan minimal antarcabang harus berjarak 4 km. Untuk mendirikan cabang, biaya yang dikeluarkan mitra bervariasi, tergantung tempat dan lokasinya.
Setiap cabang harus membayar rata-rata Rp100 juta sampai 150 juta franchise fee untuk bergabung dengan Primagama selama 5 tahun.Angka itu belum ditambah dengan biaya pengadaan ruangan kelas, kebutuhan kelas, dan lainnya.Ada juga biaya survei sebesar Rp2 juta untuk Pulau Jawa dan Rp3 juta untuk luar Jawa. Setelah beroperasi, mitra waralaba wajib membayarkan 10,70% dari omzet kepada pusat untuk royalty fee.Di setiap lembaga pendidikan rata-rata siswa membayar Rp2,5 juta per tahun.Jika dihitung dari dana management fee yang sebesar 10% dan jumlah siswa sekitar 300.000 dengan biaya ratarata Rp2,5 juta setiap tahun,Primagama akan mendapatkan royalty feesebesar Rp80,25 miliar. Karena itu, Hari begitu optimistis prospek bimbel akan terus berkembang.
Keyakinan ini didukung survei yang dilakukan Primagama bahwa setiap orang tua yang mempunyai kemampuan ekonomi cukup cenderung memilih membelanjakannya untuk keperluan pendidikan anak-anaknya. Baik untuk kursus maupun untuk mengikuti bimbel. Hal ini disebabkan kesadaran akan perlunya pendidikan sangat tinggi di masyarakat. Dalam setiap menerima mitra, Primagama sangat selektif.Tujuannya agar si mitra bisa menjalankan bisnis sesuai dengan aturan yang diterapkan di Primagama.Setidaknya ada dua kriteria lembaga pendidikan layak didirikan. Pertama, adanya animo masyarakat.Hal ini bisa dilihat dari jumlah sekolah yang ada di suatu daerah.
Kriteria keduaadalah potensi ekonomi.Hal ini bisa dilihat dari jumlah pendapatan asli daerah (PAD) dan pendapatan masyarakat. Hari mengatakan, pada dasarnya semua daerah berpotensi. Dia mencontohkan,dua tahun lalu Primagama mendirikan cabang di Sorong, Papua, yang merupakan cabang pertama di Indonesia bagian timur.Terbukti animo masyarakat di sana sangat besar dan banyak siswa yang masuk ke lembaga bimbel tersebut. Untuk Indonesia timur, Primagama kini sudah mempunyai sejumlah cabang seperti di Manokwari.
Mengingat masih banyaknya pasar yang belum tergarap, sejumlah lembaga bimbel yakin prospek di sektor ini masih sangat besar. Kemungkinan membuka cabang baru dan menambah siswa masih sangat terbuka. Karena itu, tidak aneh jika bisnis di sektor pendidikan luar sekolah ini masih sangat menjanjikan. (islahuddin/ yani a)
Sumber berita : http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/category/63/
Di tulis ulang : Gunadi Pg
0 komentar:
Posting Komentar