city

kotaku indah di kala senja

kakek

kakekku paling pintar sedunia .....

kartunku

cantik lucu seperti gambar kartun ini

unyu-unyu

hiii...lucu dah ginuk-ginuk

buku

sumber ilmu itu buku

Selasa, 24 April 2012

Enam Ciri Karakter Anak Bermasalah

Mungkinkah mengetahui dan memastikan apakah seorang anak itu bermasalah, dalam waktu 5-10 menit pertama saat kita bertemu dengannya?” Jawabannya adalah “mungkin” dan “pasti”. Pertanyaan yang sering saya ajukan kepada peserta seminar ataupun para orangtua yang sedang bersemangat belajar dan mencecar saya dengan berbagai pertanyaan seputar anaknya.
Rahasia tersebut akan saya bahas sekarang, rahasia yang sering saya gunakan untuk menganalisa seorang anak. Apakah dia bermasalah, bahkan setelah mempelajarinya dengan seksama kita mampu meramal masa depan seorang anak. Wow, tenang ini bukan obral janji, tapi ini pasti. Dari hasil menangani berbagai kasus keluarga dan individu maka terbentuklah suatu pola yang akurat ditiap individu. Kebanyakan klien saya jika memiliki masalah, kebanyakan masalah tersebut  dan sebagian besar masalah itu berasal dari 2 hal. Ini juga rahasia (Rahasia dari ruang terapi saya), tapi akan saya bongkar habis.
Baiklah 2 hal tersebut berasal dari :
  • Keluarga (keluarga yang membentuk masalah tersebut secara tidak sengaja).
  • Masalah tersebut berasal dari usia 7 tahun kebawah.

Keluarga, adalah faktor penting dalam pendidikan seorang anak. Karakter seorang anak berasal dari keluarga. Dimana sebagian sampai usia 18 tahun anak-anak diIndonesia menghabiskan waktunya 60-80 % bersama keluarga. Manusia berbeda dengan binatang (maaf..) seekor anak kucing yang baru lahir, bisa hidup jika dipisahkan dari induknya, dan banyak binatang yang lain yang memiliki kemampuan serupa. Manusia tidak bisa, sampai usia 18 tahun masih membutuhkan orangtua dan kehangatan dalam keluarga. Sukses seorang manusia tidak lepas dari “kehangatan dalam keluarga”. Akan sangat banyak hal yang akan dikupas dari tiap tahun kehidupan manusia dan kebutuhannya serta cara memenuhi kebutuhan tersebut, terutama aspek emosi. Saya tidak akan meneruskannya, kita akan bahas dikesempatan lainnya, kini kita kembali ke cara mengetahui ciri anak bermasalah.
Usia 7 tahun kebawah? Ada apa pada usia ini? Pada masa ini kebanyakan (85%) letak masalah atau asal muasal masalah / hambatan seorang manusia tercipta. Istilah kerennya Mental Block. Karakter yang menghabat pencapaian cita-cita pribadi kita. Dan biasanya akan terasa pada usia 22 tahun ke atas. Woo… segitunya? Ya Mental Block seperti program yang seakan-akan dipersiapkan (karena ketidak sengajaan dan ketidak tahuan orangtua kita) untuk menghambat berbagai macam aspek dalam kehidupan kita. Aspek itu bisa berupa Karier (takut kaya, takut jabatan tinggi) kesehatan (tubuh gemuk, alergi) Relationship (tidak gampang cocok dengan pasangan/teman, paranoid) dan lain hal, serta masih banyak lagi.
Ada apa dengan 7 tahun kebawah dan disekitar 7 tahun pertama kehidupan manusia? Baiklah saya jelaskan, pada masa ini kita membutuhkan, kebutuhan dasar Emosi yang harus terpenuhi ingat HARUS terpenuhi. Jika pada masa ini lewat dan tidak terpenuhi  maka, akan terjadi Mental Block pada diri anak tersebut. Inilah asal muasal dimana Mental Block terbentuk. Karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar Emosi yang dibutuhkan seorang manusia. Kebutuhan apa yang dibutuhkan pada anak seusia itu? Sehingga fatal akibatnya (pada masa dewasa anak tersebut) jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi

Ada 3 kebutuhan yang harus dipenuhi pada anak usia 0 – 7 tahun bahkan lebih, cara ini adalah kunci dalam pendidikan karakter, agar karakter anak kita bisa tumbuh dan berkembang maksimal. Disamping itu ketiga hal inilah asal muasal Mental Block yang sering kali terjadi atau terasa sangat menganggu pada saat anak tersebut dewasa. Yaitu :

1. Kebutuhan akan rasa aman
2. Kebutuhan untuk mengontrol
3. Kebutuhan untuk diterima
3 kebutuhan dasar emosi tersebut harus terpenuhi agar anak kita menjadi pribadi yang handal dan memiliki karakter yang kuat menghadapi hidup. Ini akan sangat panjang sekali jika dijelaskan, nah mengingat kita membahas ciri – ciri karakter anak bermasalah maka kita akan kembali ke topic tersebut.

Sebenarnya ada 6 ciri karakter anak yang bermasalah, cukup kita melihat dari perilakunya yang nampak maka, kita sudah dapat melakukan deteksi dini terhadap “musibah besar” dikehidupan yang akan datang (baca: semakin dewasa) dan secepatnnya dapat melakukan perbaikan.
Inilah ciri-ciri karakter tersebut :
1. Susah diatur dan diajak kerja sama
Hal yang paling Nampak adalah anak akan membangkang, akan semaunya sendiri, mulai mengatur tidak mau ini dan itu. pada fase ini anak sangat ingin memegang kontrol. Mulai ada “pemberontakan” dari dalam dirinya. Hal yang dapat kita lakukan adalah memahaminya dan kita sebaiknya menanggapinya dengan kondisi emosi yang tenang.
Ingat akan kebutuhan dasar manusia? Tiga hal diatas yang telah saya sebutkan, nah kebutuhan itu sedang dialami anak. Kita hanya bisa mengarahkan dan mengawasi dengan seksama.
2. Kurang terbuka pada pada Orang Tua
Saat orang tua bertanya “Gimana sekolahnya?” anak menjawab “biasa saja”, menjawab dengan malas, namun anehnya pada temannya dia begitu terbuka. Aneh bukan? Ini adalah ciri ke 2, nah pada saat ini dapat dikatakan figure orangtua tergantikan dengan pihak lain (teman ataupun ketua gang, pacar, dll). Saat ini terjadi kita sebagai orangtua hendaknya mawas diri dan mulai menganti pendekatan kita.
3. Menanggapi negatif
Saat anak mulai sering berkomentar “Biarin aja dia memang jelek kok”, tanda harga diri anak yang terluka. Harga diri yang rendah, salah satu cara untuk naik ke tempat yang lebih tinggi adalah mencari pijakan, sama saat harga diri kita rendah maka cara paling mudah untuk menaikkan harga diri kita adalah dengan mencela orang lain. Dan anak pun sudah terlatih melakukan itu, berhati-hatilah terhadap hal ini. Harga diri adalah kunci sukses di masa depan anak.
4. Menarik diri
Saat anak terbiasa dan sering Menyendiri, asyik dengan duniannya sendiri, dia tidak ingin orang lain tahu tentang dirinya (menarik diri). Pada kondisi ini kita sebagai orangtua sebaiknya segera melakukan upaya pendekatan yang berbeda. Setiap manusia ingin dimengerti, bagaimana cara mengerti kondisi seorang anak? Kembali ke 3 hal yang telah saya jelaskan. Pada kondisi ini biasanya anak merasa ingin diterima apa adanya, dimengerti – semengertinya dan sedalam-dalamnya.
5. Menolak kenyataan
Pernah mendengar quote seperti “Aku ini bukan orang pintar, aku ini bodoh”, “Aku ngga bisa, aku ini tolol”. Ini hampir sama dengan nomor 4, yaitu kasus harga diri. Dan biasanya kasus ini (menolak kenyataan) berasal dari proses disiplin yang salah. Contoh: “masak gitu aja nga bisa sih, kan mama da kasih contoh berulang-ulang”.
6. Menjadi pelawak
Suatu kejadian disekolah ketika teman-temannya tertawa karena ulahnya dan anak tersebut merasa senang. Jika ini sesekali mungkin tidak masalah, tetapi jika berulang-ulang dia tidak mau kembali ke tempat duduk dan mencari-cari kesempatan untuk mencari pengakuan dan penerimaan dari teman-temannya maka kita sebagai orang tua harap waspada. Karena anak tersebut tidak mendapatkan rasa diterima dirumah, kemanakah orangtua?

Sumber : http://www.pendidikankarakter.com/enam-ciri-karakter-anak-bermasalah/

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar sekolah

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

A. Asal-usul Pendidikan Nonformal
Kegiatan pendidikan dalam kelompok dan masyarakat telah dilakukan oleh umat manusia jauh sebelum pendidikan formal lahir didalam kehidupan manusia.
Ø Pengaruh Pendidikan Informal
Pada awalnya, pendidikan nonformal dipengaruhi oleh pendidikan informal yang dipengaruhi oleh keluarga.Pola transmisi pengetahuan, keterampilan, sikapm nilai dan dan kebiasaan orang tua terhadap anaknya.Pola-pola tersebut dari keluarga ke dalam kehidupan kelompok atas dasar wilayah tempat tinggal atau keturunan.
Ø Paruh Tradisi di Masyarakat
Dalam masyarakat terdapat tradisi dan adapt istiadat yang mendorong penduduk untuk berusaha, bekerjasama atas dasar nilai-nilai budaya dan moral yang dianut masyarakat.
Ø Pengaruh Agama
Belajar membaca kitab suci, kaidah-kaidah agama, tata ara sembahyang yang pada umumnya dilakukan di tempat-tempat peribadatan merupakankegiatan pembelajaran yang mendasari situasi pendidikan nonformal.

B. Faktor Pendorong Perkembangan Pendidikan Nonformal
1) Para Praktisi di Masyarakat
Para praktisi pada umumnya terdiri atas para pemuda terdidi, pemuka masyarakat, pimpinan organisasi, guru-guru sekolah dan tenaga sukarela lainnya. Denagn tujuan untuk memberi kesempatan pendidikan kepada masyarakat, menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dan menumbuhkan hasrat dan partisifasi masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dan bangsa. Kegiatan para praktisi di masyarakat ditandai dengan adanya sekian banyak pelaksana yang secara sukarela melakukan kegiatan pendidikan dalam upaya membantu masyarakat untuk melepaskan diri dari ketinggalan.
2) Berkembangnya Kritik terhadap Pendidikan Formal
Gejala-gejala yang mennjukan adanya krisis pendidikan formal yaitu ketidakcocokan antara kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan nyata peserta didik, ketidaksesuaian antara pendidikan dengan perkembangna kebutuhan masyarakat, ketidakseimbangan yang terus menerus antara pendidikan dandunia kerja, ketidakmampuan lembaga pendidikan formal untuk memberi kesempatan pemerataan pendidikan bagi semua kelompok di masyarakat, dan meningkatnya biaya penyelenggaraan pendidikan formal yabg tidak diimbangi oleh kemampuan negara terutama negara sedang berkembang untuk membiayainya. Dengan demikian, pendidikan nonformal menderita kelemahan dalam mengimbangi kecepatan perubahan yang terjadi di luar pendidikan.
a. Philip H. Coombs (1963)
Philip H. Coombs mengatakan, akibat pertambahan penduduk yang mekin pesat untuk memperoleh kesempatanm pendidikan sehingga menyebabkan beban yang harus dipikul oleh pendidikan formal semakin berat, sumber-sumber yang digunakan untuk pendidikan kurang memadai sehingga pendidikan formal mengalami hambatan untuk merspon secara tepat terhadap pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, kelambatan system pendidikan formal untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di l;uar pendidikan serta kelemahan masyarakat tersendiri dalam memanfaatkan lembaga dan lulusan pendidikan formal sehingga jurang perbedaan antara jumlah dan kemampuan para lulusan dengan lapangan kerja makin bebas.
b. Ivan Illich (1972)
Ivan Illich (1972) megatakan, sekolah memonopoli pendidikan dan lebihmenitikberatkan produknya berupa lulusan yang hanya didasarkan atas hasil penelitian dengan menggunakan angka-angka dan ijazah, mengaburkan makna belajar dan mengajar, jenjang pendidikan dan tingkat kemampuan serta pemilikan ijazah dan kemampuan lulusan untuk berprestasi dan berinovasi, proses pendidikan dinominasi oleh guru dan pada gilirannya merampas harga diri peserta didik yang akan mengakibatkan lemahnya ketahanan pribadi peserta didik (kurangnya sikap kreatif dan kritis serta adanya rasa ketidakbebasan untuk mengembangkan kemampuan diri sesuai dengan potensi yang mereka miliki) serta tumbuhnya ketergantungan peserta didik kepada pihak lain yang dianggap lebih berkuasa.
c. Paulo Freire
Paulo Freire mengatakan, sepanjang adanya kelompok yang menekan dan kelompok yang merasa tertekan dalam suatu masyarakat yang tidak mungkin bisa berkembang secara demokratis, kreatif dan dinamis, ketidakberhasilan sekolah untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang memberi kemampuan kepada peserta didik untuk berpikir kritis sehinghga mereka dapat mengenali, menganalisis dan memecahkan masalah yang timbul dalam dunia kehidupannya, situasi pembelajaran di sekolah pada umumnya tidak mengembangkan dialog antara pendidik dan peserta didik, tidak saling belajar dan sekolah lebih menekankan hubungan vertical antara guru dan dosen serta belajar mengajar di sekolah lebih didominasi oleh guru yang cenderung berperan sebagai penekan (oppressor) sedangkan peserta didik cenderung berada dalam situasi tertekan (oppressed).
d. Carl Rogers (1961)
Carl Rogers mengatakan, bahwa proses pembelajaran pendidiksn nonformal berpusat pada guru.


e. Abraham H. Maslaw (1954)
Abraham H. Maslaw mengatakan, bahwa tarap kehidupan peserta didik akan terus meningkat apabila dalam dirinya telah berkembang kemampuan untuk mengenali kenyataan diri melalui interaksi dengan lingkungan melalui penggunaan cara-cara baru.
f. Jerome S. Bruner (1966)
Jerome S. Bruner mengatakan, adanya dorongan yang tumbuh dari dalam diri peserta didik, adanya kebebasan peserta didik untuk memilih dan berbuat dalam kegiatan belajar, serta peserta didik tidak merasa terikat oleh pengaruh ganjaran dan hukuman yang datang dari luar dirinya yaitu dari guiru.
g. B. F. Skinner (1968)
B. F. Skinner mengatakan, bahwwa pada umumnya kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam pendidikan tidak didasarkan atas perkembangan lingkungan, kegiatan pembelajaran lebih didominasi oleh pendidik dan bukan oleh bahan dan cara belajar, serta peserta didik dan lulusan kurang tangkap terhadap kenyataan dan masalah yang terdapat dalam lingkungannya.
h. Malcolm S. Knowles (1977)
Malcolm S. Knowles menggabungkan teori psikologi dan pendekatan sistem untuk mengembangkan proses pembelajaran dan beranggapan bahwa, setiap peserta didik memiliki kebutuhan psikologi untuk mengarahkan diri supaya diakui oleh masyarakat, kegiatan belajar yang tepat ialah kegiatan yang melibatkan setiap peserta didik untuk alternative jawaban terhadap pertanyaan atau masalah, peserta didik dapat mengarahkan dirinya sendiri untuk menemukan dan melakukan kegiatan yang tepat dalam memenuhi kebutuhan belajarnya. Faktor penyebabnya dikarenakan oleh sikap kaku yang terdapat pada pendidikan formal itu sendiri yang lamban untuk melakukan inovasi atau menyerap hal-hal yang baru datang dari luar sistemnya, orientasi terhadap pendidikan terhadap aturan-aturan yang ditetapkan oleh birokrat atas lebih kuat dibandingkan dengan orientasinya terhadap kenyataan yang terdapat di luar system termasuk ke dalam kepentingan kehidupan para siswa.


3) Para Perencana Pendidikan untuk Pembangunan
a. Masalah Pendidikan di Negara Berkembang
Masalah pendidikan yang berkaitan dengan kependudukan, yaitu: Anak usia prasekolah yang banyak jumlahnya, banyak usia anak sekolah dasar yang tidak tertampung oleh lembaga pendidikan formal yang ada, besarnya jumlah orang dewasa yang tidak mempunyai kesempatan mengikuti pendidikan formal, besarnya angka putus sekolah, besarnya jumlah lulusan suatu jenjang pendidikan yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Arah Pembangunan di Negara yang Sedang Berkembang
Pendidikan nonformal memberi dukungan terhadap pembangunan pedesaan karena program-programnya yang berorientasi untuk memenuhi kebutuhan belajar penduduk pedesaan, memotovasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan, menumbuhkan inovasi karena sifatnya, menggunakan sumber-sumber yang terdapat di masyarkat setempat, menjadi forum saling kegiatan belajar bagi masyarakat, mendorong terjadinya komunikasi antar lembaga pemerintah, lembaga swadaya dan pihak-pihak lain yang bergerak dalam kegiatan pendidikan nonformal dan pembangunan masyarakat, lebih murah biaya penyelenggaraannya dibandingkan dengan biaya pengeluaran pendidikan formal.
c. Pendekatan Pendidikan Nonformal terhadap Pembangunan
Pendekatan yang dugunakan pendidikan nonformal terhadap pembangunan ialah pendekatan fungsional. Pendekatan tersebut mengarahkan program-program pendidikan, terutama pelatihan keterampilan untuk mendukung pengembangan fungsi-fungsiekonomi di masyarakat. Tujuh kelompok program pendidikan nonformal meliputi: pendidikan dasar (pemberantakan tuna aksara, motivasi dan orientasi pembangunan) bagi pemuda dan orang dewasa di pedesaan, pendidikan umum yang berorientasi pada dunia kerja dan latihan kerja di sekitar pertanian dan non-pertanian bagi anak-anak putus sekolah dasar dan pemuda, pendidikan keluarga (kesehatan dan gizi keluarga,ekonomi keluarga, keluarga berencana dan sebagainya) bagi kaum ibu dan wanita remaja di pedesaan, latihan usaha tani bagi orang dewasa dan pemuda di pedesaan, latihan produktif di sekitar sektor pertanian bagi mereka yang belum dan telah bekerja atau berusaha, latihan kewirausahaan dan pengelola usaha bagi para usahawan kecil, pemuda, dan pemuda yang belum bekerja, latihan kepemimpinan bagi kepala desa dan staf, pimpinan organisasi pemuda dan wanita serta petugas dan kader pembangunan masyarakat desa.
d. Perluasan Perencanaan Pendidikan untuk Pembangunan
Para perencana pendidikan untuk pembangunan mulai memperluas jangkauan dari pendekatan perencanaan yang berorientasi internasional kepada pendekatan perencanaan yang bercorak regional, nasional dan daerah.
e. Model-model pendidikan nonformal untuk Pembangunan
Pendidikan nonformal sebagai pelengkap pendidikan formal dianut oleh pakar dan perencana pendidikan untuk pembangunan yang beradadi negara industri, pendidikan nonformal yang pararel dengan pendidikan formal dianut oleh Philip H. Coomb dan Lyra Srinivasan menekankan bahwa kedua jalur pendidikan tersebut berjalan berdampingan dan salaing menunjang antara yang satu dengan yang lainnya, pendidikan nonformal sebagai alternative bagi pendidikan formal dianut oleh Paulo Freire, Saul Alnsky, dan jalur Nyrere. Alasan untuk menunjang kebebasan pendidikan nonformal untuk mengembangkan system dan programnya yaitu memantapkan peranannya sebagai pendidikan yang lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan serta mengembangkan kemampuan masyarakat dan meningkatkan kepercayaan masyarakat akan kemampuannya sendiri.
Pendidikan Nonformal dan Peningkatan Mobilitas
Pendidikan nonformal dipandang sebagai upaya alternative untuk memberikan kesempatan peningkatan status kehidupan bagi masyarakat Melalui pendidikan nonformal penduduk miskin dapat mempelajari keterampilan kerja dan usaha sehingga menjadi lebih produktif dan dapat meningkatkan status social ekonomi di dalam masyarakat, untuk menyediakan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam pembangunaan ekonomi baik di pedesaan maupun di perkotaan, berkembangnya pendidikan nonformal yang berkaitan dengan pembangunan pedesaan, pendidikan nonformal yang berkaitab dengan pembinaan kesatuan dan berpolitik didasarkan atas kesulitan dalam mengembangkan identitas bahasa dan budaya bersama.
Strategi Kebijakan Pendidikan Nnformal dalm Pembangunan
Pendidikan nonformal berintegrasi dengan kegiatan-kegiatan lembaga lain, mengembangkan keterkaitan dengan pendidikan formal, meningkatkan peranannya dalam membelajarkan masyarakat miskin.
Pendidikan Nonformal Berorientasi pada Kewirausahaan
Pendidikan nonformal dapat membina dan mengembangkan kewirausahaan melalui mengintegrasikan materi pembelajaran kewirausahaan ke dalam kurikulum satuan jenis nonformal, kewirausahaan menjadi program pendidikan tersendiri. Wirausaha adalah orang yang mampu mengantidipasi peluang usaha, mengelola SDM guna meningkatkan keuntungan dan bertindak tepat menuju sukses. (Meredith, 1989)

Sumber : http://matha300308.blogspot.com/2010/03/sejarah-perkembangan-pendidikan-luar.html

Menggarap Bisnis di Luar Sekolah

10/01/2011 (16:29)
CUPLIKAN ARTIKEL PENDIDIKAN DARI HARIAN SEPUTAR INDONESIA : Menggarap Bisnis di Luar Sekolah

Sunday, 09 January 2011
Pola pembelajaran yang diberikan di sekolah sering kali dirasakan masih kurang.Karena itu,banyak siswa yang mencari pendidikan alternatif di luar sekolah,salah satunya lewat lembaga bimbingan belajar.

Tak ayal,kondisi ini makin membangkitkan bisnis di sektor ini. Banyak cara belajar yang dilakukan para siswa di Indonesia. Tapi, pola belajar dengan menyimak pelajaran yang diberikan guru di sekolah hingga menyelesaikan pekerjaan rumah (PR) sering kali dirasakan masih kurang.Keadaan ini yang kemudian memunculkan lembaga- lembaga bimbingan belajar (bimbel) di berbagai daerah. Kehadiran bimbel ini tak lepas dari banyaknya keinginan para siswa untuk menambah ilmu mereka di luar sekolah.Pelajaran yang diterima di sekolah sering kali dirasakan kurang diserap saat diajarkan.Kendati sekolah memberikan PR, hal itu tetap dianggap masih kurang membantu pengembangan siswa.

Tidak mengherankan jika para orang tua dan sejumlah siswa yang ingin menambah pengetahuan mereka mencari alternatif. Pilihan mereka tertuju pada lembaga- lembaga bimbel yang menawarkan jasa pembelajaran yang lain dibandingkan yang diajarkan di sekolah. Besarnya animo masyarakat kepada lembaga bimbel salah satunya juga disebabkan adanya Ujian Nasional (UN) yang diberlakukan pemerintah untuk standardisasi lulusan sekolah.Banyak siswa yang tidak ingin mempertaruhkan kelulusan mereka hanya bergantung pada pelajaran di sekolah sehingga mereka pun memilih untuk menambah waktu dan materi belajar di lembaga pendidikan. Apalagi banyak lembaga pendidikan yang menawarkan sejumlah trik khusus untuk menghadapi UN sehingga mudah dan cepat dikerjakan.

Faktor lain yang membuat lembaga ini banyak diminati adalah adanya Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Sama seperti UN yang mempunyai standardisasi secara nasional,UMPTN pun mewajibkan semua yang berminat masuk PTN menguasai standar yang telah ditetapkan. Di sinilah bimbel juga sering menawarkan cara mudah dan trik khusus tersebut. Untuk menarik lebih banyak siswa, bimbel pun sering mengeluarkan rilis mengenai siswa-siswanya yang telah lulus UMPTN sehingga mendongkrak daya tarik siswa lain untuk belajar di tempat mereka. Saat ini sejumlah lembaga bimbel sudah banyak dikenal masyarakat.

Umumnya mereka berbentuk waralaba (franchise) di mana ada kantor induk yang menentukan dan menjaga kualitas pendidikan. Sejumlah nama lembaga bimbel yang dikenal masyarakat di antaranya Primagama (berkantor induk di Yogyakarta),Sony Sugema College/SSC (Bandung), Ganesha (Bandung), IPIEMS (Semarang). Dari sejumlah nama bimbel yang berkembang di Indonesia,Primagama menjadi salah satu yang terbesar.Menurut Manajer Marketing dan Franchise Primagama Hari Nuryanto, pasar bisnis waralaba bimbel sangat besar.Pasarnya pun masih banyak yang belum tergarap. Hal ini tentu menjadi peluang bagi semua lembaga bimbel untuk terus berkembang.

Banyak yang bisa dilakukan lembaga bimbel.Kami tidak khawatir dengan munculnya sejumlah kompetitor dalam bidang ini.Adanya kompetisi malah membuat kami lebih bersemangat dan terus memperbaiki diri, kata Hari kepada Seputar Indonesia (SINDO). Menurut data Primagama,saat ini lembaga bimbel yang berasal dari Yogyakarta ini telah mempunyai 756 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Setiap tahun ada sekitar 300.000 siswa yang belajar di Primagama. Hari mengakui bahwa UN merupakan salah satu pendorong banyaknya siswa masuk lembaga bimbel. Kendati UN dihapuskan, Hari tetap optimistis lembaga bimbel akan terus berkembang. Karena sebelum UN ada, Primagama sudah terlebih dahulu berdiri.

Dengan adanya UN, banyak kekhawatiran para guru, orang tua, siswa, bahkan pemerintah daerah dengan hasil UN yang bakal mereka terima. Karena UN memang sering dipandang sebagai ukuran keberhasilan sebuah lembaga,pemerintah atau siswa itu sendiri, tambah Hari. Bahkan Hari menjelaskan bahwa lembaga yang dipimpinnya sering mendapatkan permohonan mitra baru di Pulau Jawa, tapi Primagama menolaknya.Alasannya, Primagama mensyaratkan minimal antarcabang harus berjarak 4 km. Untuk mendirikan cabang, biaya yang dikeluarkan mitra bervariasi, tergantung tempat dan lokasinya.

Setiap cabang harus membayar rata-rata Rp100 juta sampai 150 juta franchise fee untuk bergabung dengan Primagama selama 5 tahun.Angka itu belum ditambah dengan biaya pengadaan ruangan kelas, kebutuhan kelas, dan lainnya.Ada juga biaya survei sebesar Rp2 juta untuk Pulau Jawa dan Rp3 juta untuk luar Jawa. Setelah beroperasi, mitra waralaba wajib membayarkan 10,70% dari omzet kepada pusat untuk royalty fee.Di setiap lembaga pendidikan rata-rata siswa membayar Rp2,5 juta per tahun.Jika dihitung dari dana management fee yang sebesar 10% dan jumlah siswa sekitar 300.000 dengan biaya ratarata Rp2,5 juta setiap tahun,Primagama akan mendapatkan royalty feesebesar Rp80,25 miliar. Karena itu, Hari begitu optimistis prospek bimbel akan terus berkembang.

Keyakinan ini didukung survei yang dilakukan Primagama bahwa setiap orang tua yang mempunyai kemampuan ekonomi cukup cenderung memilih membelanjakannya untuk keperluan pendidikan anak-anaknya. Baik untuk kursus maupun untuk mengikuti bimbel. Hal ini disebabkan kesadaran akan perlunya pendidikan sangat tinggi di masyarakat. Dalam setiap menerima mitra, Primagama sangat selektif.Tujuannya agar si mitra bisa menjalankan bisnis sesuai dengan aturan yang diterapkan di Primagama.Setidaknya ada dua kriteria lembaga pendidikan layak didirikan. Pertama, adanya animo masyarakat.Hal ini bisa dilihat dari jumlah sekolah yang ada di suatu daerah.

Kriteria keduaadalah potensi ekonomi.Hal ini bisa dilihat dari jumlah pendapatan asli daerah (PAD) dan pendapatan masyarakat. Hari mengatakan, pada dasarnya semua daerah berpotensi. Dia mencontohkan,dua tahun lalu Primagama mendirikan cabang di Sorong, Papua, yang merupakan cabang pertama di Indonesia bagian timur.Terbukti animo masyarakat di sana sangat besar dan banyak siswa yang masuk ke lembaga bimbel tersebut. Untuk Indonesia timur, Primagama kini sudah mempunyai sejumlah cabang seperti di Manokwari.

Mengingat masih banyaknya pasar yang belum tergarap, sejumlah lembaga bimbel yakin prospek di sektor ini masih sangat besar. Kemungkinan membuka cabang baru dan menambah siswa masih sangat terbuka. Karena itu, tidak aneh jika bisnis di sektor pendidikan luar sekolah ini masih sangat menjanjikan. (islahuddin/ yani a)

Sumber berita : http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/category/63/
Di tulis ulang : Gunadi Pg